La Liga BBVA resmi berganti nama sejak musim 2016-2017 menjadi La Liga
Santander setelah berganti sponsor. Namun setelah beberapa jornada berlalu, beberapa
cules menyebut musim ke-86 Liga Spanyol tersebut dengan Liga Perez. Alasannya,
menurut mereka ada keadaan dimana beberapa pertandingan, terutama yang
melibatkan Real Madrid atau beberapa rival beratnya seperti telah disetting
sehingga diakhir kompetisi, Real Madrid lah yang akan menjadi pemenangnya. Menurut
mereka.
Munculnya sebutan Liga Perez saya yakini tak lepas dari ucapan Presiden
Real Madrid, Florentino Perez yang menyebut La Liga adalah target utama Real
Madrid musim ini. Setelah beberapa pertandingan yang menurut mereka
menguntungkan Real Madrid dan sebaliknya merugikan rival-rival nya terutama
Barcelona, mereka akhirnya menyimpulkan bahwa gelar La Liga di akhir musim
adalah untuk Real Madrid sesuai pesanan sang presiden, Florentino Perez. Mereka
menuding kepemimpinan wasit La Liga kerap kali menguntungkan Real Madrid dan
sebaliknya merugikan Barcelona. Liga Perez juga saya yakini muncul sebagai
tandingan banyaknya fans Real Madrid yang seringkali menyebut Barcelona dengan
nama UEFALONA, akibat seringnya tim itu dianggap dibantu oleh UEFA untuk
melenggang maju hingga menjuarai kompetisi UCL.
Saya sebenarnya hanya bisa senyam senyum menanggapi tuduhan beberapa
cules tersebut terhadap tim yang saya dukung. Justru menurut saya, ada banyak
bukti yang menunjukkan beberapa gol Barcelona yang harusnya dianulir karena
berbau offside masih disahkan oleh pengadil lapangan, termasuk saat melawan
Real Madrid, 3 Desember 2016. Ada terlalu banyak aksi diving yang dengan
mudahnya dihadiahi penalty untuk Barcelona, sebaliknya, terlalu banyak handball
ataupun pelanggaran oleh pemain Barcelona tak dianggap pelanggaran oleh wasit. Justru
yang terbaru, ketika melawan Real Betis, pertandingan yang meski dimenangkan
oleh Real Madrid, banyak sekali keputusan kontroversial yang merugikan Real
Madrid. Sebenarnya sudah sejak dulu sekali, sudah beredar banyak meme tentang
wasit La Liga itu buta, jadi mendapati keluhan cules tentang wasit saya sih
santai-santai saja.
Cules yang paling vokal menyuarakan pendapatnya tentang wasit tak lain
dan tak bukan adalah Gerard Pique. Ia sangat menyayangkan kepemimpinan wasit La
Liga musim ini. Salah satu pertandingan yang ia soroti adalah laga Villareal vs
Real Madrid, dimana 1 gol kemenangan 3-2 Madrid dilesakkan oleh Ronaldo dari
titik putih usai salah seorang pemain Villareal tertangkap mata wasit melakukan
handball. Pique mungkin lupa bahwa timnya malah pernah diuntungkan ketika wasit
tidak menghukumnya penalty usai ia menghentikan bola menggunakan tangan dengan
sengaja ketika melawan tim yang sama musim lalu. Wasit tak melihat sesuatu yang
salah dari insiden itu, padahal besar kemungkinan ia harusnya dikartu merah
(kartu kuning kedua) dan harusnya melewatkan laga el clasico pekan berikutnya. Bahkan,
Jose Maria Sanchez Martinez, wasit kala itu memberikan penalty kontroversial
kepada Barcelona hanya karena Sergio Asenjo menepis bola yang kemudian
berbenturan dengan Neymar. Gol Penalty memenangkan Barcelona, dan di akhir
kompetisi mereka meraih gelar La Liga dengan hanya selisih 1 poin dengan Real
Madrid.
Sejujurnya saya sangat antusias ketika membicarakan tentang wasit. Mungkin
cules tidak mau membaca ini, atau mungkin tidak akan peduli kalaupun terlanjur membacanya,
karena ini akan menjadi tulisan subjektif saya sebagai Madridista. Bagaimanapun
mereka selalu menyalahkan wasit, di sisi lain saya justru memandang, mereka lah
yang paling banyak diuntungkan oleh keputusan wasit di beberapa pertandingan
penting.
Maaf, ini bukan karena belum bisa move on, hanya saja saya geregetan
kalau orang-orang bahas-bahas wasit. Ikhlas ya sudah ikhlas, tapi kalau lagi
bahas wasit, ingatan saya selalu tertuju pada aksi teatrikal Dani
Alves pada El Clasico di babak semifinal UCL tahun 2011. Wolfgang Stark, wasit
kala itu terlihat sangat mudah memberikan kartu merah kepada Pepe yang
dinilainya melakukan ‘pelanggaran keras’ kepada Dani Alves yang kemudian dengan
sangat hebat melakukan adegan kesakitan yang luar biasa. Usai Pepe diusir, Dani
Alves kemudian bergegas kembali ke lapangan, berlari tanpa merasa kesakitan
seolah-olah sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Barcelona kemudian berhasil
menguasai jalannya pertandingan dan mengakhiri laga dengan kemenangan 2-0. Usai
laga, situs resmi klub Real Madrid merilis video tayangan ulang proses pelanggaran yang mengharuskan Pepe keluar
lapangan lebih awal, yang memperlihatkan dengan jelas bahwa kaki Pepe sama
sekali tidak menyentuh kaki Dani Alves.
Bukan cuma fans Madrid yang menyayangkan keputusan Stark, Rio Ferdinand
dan Michael Owen juga turut berkomentar soal insiden tersebut.
Rio Ferdinand: "This diving is a joke/embarrassing. When Pedro
watches that do you think he'll think, "What was I doing!?" Rugby
players must laugh at football. If you ever see me go off on a stretcher then
run back on to play, I give everyone on here the green light to him me with a
two-footed tackle."
Michael Owen: "Alves' actions won't please many as if he had got
straight up it would have been a yellow card, but Barça fans will be happy with
his actions."
Bintang Golf, Rory Mcilroy juga turut berkomentar: "Dani Alves,
you are a disgrace. Roll about on the floor just a bit more!"
Bahkan pemain Rugby, Chad Ochocinco juga ikut bercuit atas hasil
keputusan wasit: "I can't believe they just gave Pepe a red card for
that."
Ini bukan kali pertama Barcelona terbantu dengan keputusan pengadil lapangan.
Chelsea, adalah salah satu korban yang pernah merasakan bagaimana wasit memihak
kubu Catalan. Pertandingan semifinal UCL2009 antara Chelsea kontra Barcelona
berakhir dengan skor 1-1 yang membawa Barcelona melenggang ke partai Final (dan
pada akhirnya menjadi Juara) karena unggul agresivitas gol tandang. Laga
dipenuhi terlalu banyak kontroversi yang harusnya membuka mata kita, bahwa
Barcelona memang dipaksakan untuk melaju ke Final dan menjadi juara turnamen
jawara-jawara liga Eropa tersebut.
Tom Henning Ovrebo, wasit kala itu setidaknya mengabaikan 5 kesempatan
penalty yang harusnya didapatkan oleh Chelsea. Dua diantaranya adalah handball
oleh Pique dan Eto’o. Abidal yang menarik kaos Drogba ketika hanya berhadapan
dengan Victor Valdes serta pelanggaran terhadap Nicolas Anelka juga
diabaikannya. Yang paling lucu, Dani Alves yang menjatuhkan Malouda di kotak
penalty hanya dihadiahi tendangan bebas. Usai pertandingan, emosi pemain
Chelsea utamanya Drogba tak tertahankan, mereka mengejar dan memaki Ovrebo dan
secara terbuka menyampaikan makiannya tentang laga di depan kamera. Pada
akhirnya, Drogba kemudian dihukum 5 laga dan Bosingwa dihukum 3 laga. Jelang
bentrok Chelsea kontra Barcelona pada semifinal UCL 2012, Ovrebo menyempatkan
berkomentar dan mengakui ia memang melakukan kesalahan pada laga yang pernah
dipimpinnya itu, namun menganggapnya hal yang biasa terjadi.
Setahun setelahnya, di tahun 2010, Inter nyaris menjadi korban
selanjutnya. Menang 3-1 pada leg pertama, Barcelona hanya butuh sebiji gol lagi
untuk melenggang ke partai puncak kala timnya sudah unggul 1-0 hingga babak
kedua hampir usai. Sayangnya pemain Barcelona gagal menciptakan gol tersebut
meski hanya melawan 10 pemain Inter sejak babak pertama usai Thiago Motta
diusir wasit karena dianggap melanggar Sergio Busquets. Lagi-lagi, wasit
dianggap terlalu mudah memberikan kartu merah, terlebih setelah Busquets yang
dianggap melakukan diving setelah tertangkap kamera mengintip untuk memastikan
aktingnya berhasil mempengaruhi wasit. Beberapa pengamat mengatakan pelanggaran
itu bahkan tidak pantas untuk diganjar kartu kuning sekalipun. Namun pada
akhirnya kepemimpinan wasit yang dianggap membantu Barcelona sedikit
terbantahkan setelah ia menganulir gol Bojan Krkic di masa injury time karena dianggapnya
terlebih dahulu terperangkap offside, padahal cukup dengan 1 gol tersebut
Barcelona bisa melaju ke partai puncak. Apapun hasil akhirnya, yang dikenang
tetaplah aksi menggemaskan Busquets yang berhasil mengkartu merah Motta.
Setahun berikutnya, bantuan wasit terhadap Barcelona pada laga UCL sepertinya
kembali berlanjut. Arsenal yang menang 2-1 pada leg pertama 16 besar UCL 2011,
sedianya bisa mengimbangi permainan tim Catalan pada leg kedua yang dimainkan
di Camp Nou. Sayangnya, kehilangan 1 pemain, menjadikan permainan Arsenal
timpang. Robin Van Persie diusir dari lapangan pada menit ke-56. Ia mendapatkan
kartu kuning kedua karena menendang bola sesaat setelah peluit wasit dibunyikan
tanda offside. Mereka akhirnya tumbang 3-1. Atas kartu merahnya, van Persie berkomentar:
"In my opinion it was a total joke, the sending‑off. How can I hear his
whistle with 95,000 people jumping up. How can I hear that, for God's sake?
Please explain me that.” Ia mengatakan dengan jelas bahwa mengkartu merah
pemain dengan alasan seperti itu adalah sebuah lelucon, dan sangat memalukan. Arsene Wenger pun menyayangkan mudahnya
Massimo Busacca, wasit kala itu, memberikan kartu kuning kepada pemain Arsenal
sementara tidak satupun ke pemain Barcelona, padahal dalam pandangannya, ada
banyak pelanggaran yang layak pula untuk diganjar kartu kuning. Wojciech
Szczesny tak kalah geramnya, ia menyayangkan Barcelona tidak menang dengan
“normal football”.
Dua bulan berikutnya, Real Madrid mendapat apesnya kala bersua Tim
Catalan di babak semifinal. fans Madrid menganggap kemenangan 2-0 Barcelona
setelah kartu merah Pepe adalah buah kecurangan dan settingan, untuk memuluskan
langkah Barcelona merengkuh si kuping besar. Di leg kedua lagi-lagi Barcelona
diuntungkan wasit yang menganulir gol cepat Gonzalo Higuain pada babak pertama.
Mascherano dianggap dijatuhkan Ronaldo yang pada kenyataannya, Ronaldo hanya
korban dorongan Gerard Pique sehingga menyentuh Mascherano yang karena sudah
tidak mampu mengejar Higuain, turut menjatuhkan dirinya, hingga akhirnya gol
dianulir. Pertandingan berakhir 1-1, dan unggul agregat 3-1 membuat Barcelona
melenggang ke partai puncak. Pada musim kompetisi tahun tersebut, Barcelona memang
seperti dipaksakan untuk harus memenangkan gelar hanya karena pada saat itu,
permainan tiki taka nya menjadi yang paling disenangi. Musim dimana saya sangat
mendambakan partai puncak harusnya mempertemukan Real Madrid dan Schalke, klub
Raul Gonzalez saat itu.
Selang setahun berikutnya, AC Milan mendapat giliran dicurangi
Barcelona. Pada posisi skor 1-1, yang memungkinkan AC Milan diuntungkan
agresivitas gol tandang, Barcelona mendapatkan penalty kedua dan berhasil
dikonversi menjadi gol oleh Lionel Messi. Keputusan penalty kedua sangat
disayangkan karena bola dalam keadaan belum dimainkan. Nesta dianggap melanggar
Puyol dan wasit menunjuk titik putih padahal tendangan pojok belum dilakukan. Zlatan
Ibrahimovic, striker AC Milan yang membela Barcelona di tahun sebelumnya turut
berkomentar bahwa Barcelona kerap kali diuntungkan wasit dalam keadaan
tertentu. Ia menyayangkan penalty yang diberikan dan menganggap seharusnya AC
Milan mendapatkan hak yang sama jika pelanggaran yang dilakukan Nesta harus
dihadiahi penalty. Pada akhirnya, kubu Katalan menang 3-1 dan melaju ke babak
selanjutnya. Meskipun pada akhirnya, Chelsea lah yang meraih juara usai
mengalahkan sang anak emas UEFA ini di babak Semifinal.
Ini bukan kali pertama AC Milan harus dirugikan keputusan wasit ketika
melawan Barcelona. Pada Semifinal UCL 2006, gol sah Andriy Shevchenko dianulir
wasit karena dianggap melanggar Charles Puyol padahal dari tayangan ulang,
Puyol hanya kalah berduel di udara oleh Sheva. Skor imbang di Camp Nou kala itu
memuluskan langkah Barcelona ke Final, setelah menang pada leg pertama di San
Siro berkat gol tunggal Ronaldinho, dan pada akhirnya menjadi Juara UCL setelah
terakhir kali memenangkannya pada tahun 1992.
Yang teranyar, sebuah aksi comeback terbaik sepanjang masa terukir
dalam sejarah setelah Barcelona berhasil membalikkan keadaan saat melawan PSG
pada leg kedua 16 besar UCL 2017. Kalah 4-0 di Paris, Barcelona membalikkan
keadaan dengan menang 6-1 di Camp Nou. Semua tercengang, merasakan hal yang
dilakukan Barca kali ini adalah sesuatu yang sangat mustahil. Spirit tak kenal
lelah yang ditunjukkan pemain-pemain Barca memberikan hasil yang sangat
memuaskan untuk para pendukungnya. Tapi sayangnya, ada terlalu banyak
kontroversi yang terjadi selama pertandingan, utamanya yang menguntungkan
Barcelona. Pertama adalah gol cepat Suarez di menit ke-2 yang terlihat sangat
jelas berdiri pada posisi offside, namun wasit tetap mengesahkannya. Yang
kedua, ada aksi dimana Mascherano menyentuh bola dengan tangan namun tidak
dihukum penalty, sebaliknya Barca mendapatkan penalty pertama kala Meunier dianggap
melanggar Neymar di kotak penalty. Keputusan ini masih bisa diperdebatkan
mengingat posisi Neymar juga tetap dirugikan meskipun Meunier juga tak sengaja
terjatuh yang akhirnya menyentuh Neymar yang dengan sangat mudah terjatuh. Tidak
lupa tindakan Neymar yang dengan sengaja ingin menyakiti pemain PSG yang
harusnya diganjar kartu merah namun tidak dilakukan wasit, juga tentang aksi
diving nya, yang meski dianggap pelanggaran, namun tak seperti biasanya ia
tidak diganjar kartu. Handball Pique pun yang seharusnya berbuah penalty untuk
PSG tidak dihiraukan wasit.
Aksi Di Maria yang ditekel dari belakang oleh Mascherano juga tak
mendapatkan respon dari Wasit, meskipun usai pertandingan, Masche dengan jantan
mengakui bahwa ia sengaja melakukan tekel terhadap rekan senegaranya itu. Yang
paling lucu adalah aksi diving Suarez di menit ke-89 yang meski minim kontak,
ia terjatuh kesakitan sambil memegang leher dan dihadiahi pinalty. 5 menit
injury time, berhasil dimanfaatkan Barcelona untuk membuat 1 gol tambahan untuk
melengkapi kemenangan 6-1 dan membuat comeback terhebat sepanjang sejarah UCL. Padahal
dulu, seorang teman saya yang cules memaki wasit Final UCL 2014 via status BBM
nya karena memberikan tambahan waktu 5 menit saat Madrid dalam keadaan
tertinggal 1 gol dari Atletico, yang pada akhirnya berhasil dimanfaatkan oleh
Ramos di menit ke 92:58, melalui gol sundulannya yang fenomenal. Meski pasca
pertandingan Wasit memberikan laporan pertandingan dilengkapi alasan memberikan
waktu Injury time selama 5 menit itu, si teman tetap tidak terima. Proses
comeback luar biasa yang diwarnai spirit tak kenal lelah, menurut saya tetap tercoreng
karena di sana ada bantuan pengadil lapangan, serta beberapa aksi tak sportif
pemain Barcelona. Menurut saya aksi diving yang dihadiahi penalty adalah
tindakan yang melukai sportifitas sepakbola.
Pemain Madrid, Ronaldo dan Pepe saya akui juga seringkali melakukan
diving, tapi berbeda dengan pemain Barcelona, Ronaldo malah lebih sering
dihadiahi kartu kuning dibanding penalty. Mungkin karena aksi nya kurang
semenawan Neymar atau memang kurang seberuntung Suarez. Atau malah karena
memang ia bukan anak emas sang wasit. Bukan bermaksud menghubung-hubungkan,
tapi perlakuan wasit La Liga kala Ronaldo dijatuhkan di kotak penalty
Villareal, namun dinilai diving, kemudian diganjar kartu kuning harusnya sama
dengan yang terjadi di pertandingan sepenting UCL ini. Bukannya pengadil
lapangan sudah mempunyai standar baku tentang perlakuan terhadap aksi seperti
itu?
Saya sangat senang melihat aksi menggelikan Pepe kala berguling-guling
meminta belas kasihan wasit, namun tak dihiraukan Mark
Clattenburg kala pertandingan Final EURO 2016, dan seperti itulah layaknya
pengadil lapangan. Cules mungkin mau mengungkit bagaimana Cuneyt Cakir dengan
mudahnya mengkartu merah Nani ketika MU disingkirkan Real Madrid di UCL pada
Maret 2013. Saat itu Nani dianggap mengangkat kaki terlalu tinggi hingga
membahayakan Arbeloa. Tapi apakah sama dengan kejadian Pepe-Alves di tahun 2011
sebelumnya? Jelas berbeda! Cakir member kartu merah ke Nani tanpa provokasi
dari pemain Madrid, kecuali majunya Sergio Ramos yang mendekati sang wasit
sebagai tanggung jawab seorang kapten tim. Tidak ada aksi merengek sambil
menjerit kesakitan yang dilakukan Arbeloa, seperti yang dilakukan Alves. Tidak
ada kerumunan pemain Madrid yang mengelilingi wasit dan merengek meminta supaya
Nani dikartu merah, seperti yang dilakukan pemain Barcelona kepada Pepe.
Jelas sekali subjektivitas saya dalam tulisan ini, namun
tak menunjukkan bahwa saya membenci Barcelona sebagai tim. Hanya saja kadang
menjadi lucu untuk saya, ketika fans nya suka sekali berkoar tentang kehebatan
timnya, tapi lupa bahwa beberapa sejarah yang ditorehnya adalah berkat bantuan
wasit. Sangat lucu mendengar sebutan Liga Perez, sementara dalam perjalanan
kompetisi itu, klub si Perez justru juga sering kena imbas kesalahan wasit
dalam menilai jalannya pertandingan. Tulisan ini bukan untuk menjatuhkan
Barcelona, atau menjelek-jelekkannya, apalagi berusaha untuk menolak
sejarahnya. Marilah sama-sama kita
beranggapan bahwa semua kesalahan wasit, hanyalah karena memang ia cuma manusia
biasa yang tak luput dari kekhilafan. Tidak ada unsur kesengajaan untuk
menjatuhkan salah satu tim. Seperti yang pernah diungkit Sepp Blatter,
Sepakbola adalah ciptaan manusia, dan biarkan ia dimainkan dengan cara-cara
manusiawi. Teknologi dalam sepakbola hanya alat bantu, pada akhirnya, manusia
(wasit) lah yang memutuskan.
Data dan Fakta dari tulisan ini semoga bukan hoax. Beberapa komentar
yang telah saya tulis diatas dikutip dari berbagai situs terpercaya. Mungkin
setelah membaca tuntas tulisan ini, beberapa orang akan paham bagaimana
subjektifitas itu sebenarnya. Soal cara pandang seseorang tentang sesuatu
adalah hak mutlak yang tidak bisa diintervensi. Pun soal penilaian orang lain
terhadap cara pandang itu juga dikembalikan kepada diri masing-masing. Setiap
orang mempunyai pikiran sendiri-sendiri, berdasarkan penglihatan, pendengaran
dan perasaannya akan menghasilkan buah pikiran yang akan
dipertanggungjawabkannya sendiri. Harus saya akui ini adalah tulisan paling
subjektif yang pernah saya tulis. Tak berarti apa-apa terhadap sejarah
sepakbola yang sudah diakui dunia. Apalah arti tulisan seorang penikmat bola
dari layar kaca ini. Semoga kita semua tetap diberikan kesehatan dan umur
panjang, hingga kita bisa tetap menjadi saksi sejarah sepakbola baru yang akan
tertoreh di masa depan, Aamiin!
0 comments:
Posting Komentar