Perfecto!

Ini musim panas yang sangat luar biasa untuk Ronaldo dan Pepe. Usai menjuarai La Undecima bersama Real Madrid, keduanya bahu membahu bersama timnas Portugal menjuarai EURO 2016 usai menjinakkan tuan rumah di partai puncak. Perfecto!

Sukses Ronaldo (selanjutnya sy tulis: Dodo) khususnya, membuat saya juga menikmati akhir musim bola 2016 yang fantastis. Saya sama sekali bukan fanboy si Dodo, tapi entah, terasa sangat bahagia melihat pencapaiannya. Kenapa? Setidaknya sampai kompetisi yang terakhir si Dodo berhasil membungkam mulut alay para haters nya. Tahun ini, Dodo membuktikan dia menang segalanya daripada rivalnya, si Gayus. Meski memenangkan Liga dan Piala Liga, pencapaian Dodo dengan 2 gelar Eropa bersama klub dan timnas setingkat lebih baik. 

Saya tak meletakkan opini bahwa Dodo lebih baik dari Gayus, tapi apa yang diraih Dodo tahun ini, tak lepas dari proses perjuangan yang menurut saya sangat luar biasa. Itulah mengapa saya pikir tahun 2016 ini milik nya dia, dan bahagia nya saya, karena pencapaian itu, setidaknya sampai kompetisi baru dimulai lagi, para haters alay Dodo dan Madrid dibungkam habis, dipaksa mengalihkan topik pembicaraan nya, atau bahkan gak nongol-nongol di sosial media untuk sementara waktu. Apalagi jika dibandingkan dengan Dodo, prestasi Gayus tahun ini bisa dibilang sebenarnya mengecewakan. Tapi apakah media sepakat?

Oke, saya coba berpikir dengan otak terbalik tentang perbandingan 2 pesepakbola terbaik di masa kini ini selama 2016. Saya mencoba keluar dari perdebatan mainstream tentang Alien atau Robot. Pernah dengar istilah "perempuan selalu benar, dan laki-laki selalu salah"??? Istilah itu yang menyentil saya dan menyadarkan bahwa Dodo adalah laki-laki yang sebenarnya. Iya, oleh media, apa yang dilakukan Dodo sering menjadi pemberitaan negatif. Benar arogansi Dodo tak pernah ia sembunyikan dan itu menjadi santapan empuk media, termasuk ketika berkomentar tentang Islandia atau ketika ia melempar mic reporter tv ke danau. Pemberitaan menjadi sangat panjang tentang itu. Waktu main melawan Austria, Dodo gagal menang gagal penalty pula, ditambah fans Austria yg justru meneriakkan nama Gayus, menjadi headline di hampir semua media kala itu. Haters pun berhamburan muncul di timeline, komentar ini lah itu lah, menyebut nama besar Dodo yang gak bisa merubah apa-apa lah, apalah apalah, pokoknya segala jenis nyinyir-an tentang si Dodo muncul. Lawan Hungaria, meski mencetak 2 gol dan 1 assist, gagal menang lagi, lolos hanya sebagai peringkat 3 terbaik juga jadi bahan olok-olok haters. Kegagalan timnas Portugal menjadi jawara grup pada babak penyisihan EURO adalah kegagalan Dodo memimpin tim. Intinya apa yg dilakukan Dodo selalu salah.


Lha, kalo si Gayus? Semua berita baik muncul tentang nya. Tentang pencapaian nya meraih gelar Liga kesekian plus Piala Liga, tentang rekor gol Batistuta bersama timnas yang dipecahkannya, berita inilah berita itulah. Keberhasilan Barcelona meraih double winner adalah karena  Gayus. Tak ada berita miring sama sekali. Gayus yang gagal penalty bukanlah sesuatu yg WOW pemberitaannya. Waktu eksekusi Penalty terakhir bersama barca ia memilih tidak menendang langsung, tapi mengopernya ke Suarez. Meski sah, tapi tak biasa, media juga tak menyoal, padahal kalau mau nyinyir, bilang aja kalo Gayus takut gagal penalty lagi. Kemudian bersama timnas, gagal penalty lagi, gagal pula angkat trofi, 4 kali final 4 kali gagal, pensiun dini, media malah rame-rame memaklumi. Kegagalan Gayus di timnas adalah kegagalan teman temannya, bukan Gayus. Terakhir, terbukti bersalah atas pelanggaran pajak (makanya saya bilang Gayus), dihukum penjara 21 bulan, meski oleh hukum Spanyol, hukuman di bawah 2 tahun boleh diganti dengan membayar denda, eh malah didukung sama penboy nya, katanya Gayus gak salah, yang salah orang di penjara, eh gak! Yg salah bapaknya, gayus gak tau apa-apa, dia itu gudboy. Bahkan klubnya memberi dukungan moril dengan membuat tagar #WeAreAllLeoMessi. Hellowww... Barca sehat? Nge-gayus kok gakpapa? Intinya Gayus gak pernah salah. Perlakuan yang berbeda pasti jika Dodo di posisi itu, dihujat habis pasti, karena Dodo memang selalu salah.

Terlepas dari anggapan haters bahwa Dodo selalu salah dan Gayus selalu benar, Kompetisi 2016 menjadi ajang pembuktian Dodo kalau dia gak kalah sama si Gayus. Ingat, kompetisi Liga yang dimenangkan Gayus tahun ini mendapat tekanan berat dari Madrid, klubnya Dodo. Sempat ketinggalan hingga 12 poin pada paruh pertama musim, Dodo bersama timnya mengakhiri kompetisi dengan hanya selisih 1 poin, membuktikan betapa luar biasanya perjuangan Dodo dan tim di paruh kedua kompetisi, dan meski tak memenangkan gelar top skor, torehan gol Dodo masih di atas Gayus. Di Piala Liga? Bisa dikatakan Gayus beruntung, Madrid gak berkompetisi disitu, pertandingan pertama sudah digugurkan karena ketololan pelatih dalam hal teknis. Hal berbeda terjadi di UCL dan kompetisi Negara. Di UCL selain membawa piala, Dodo juga berhasil mencetak rekor gol, dan jauh berada di atas Gayus. EURO 2016 menjadi klimaks nya, meski hanya bermain 25 menit di partai puncak karena cedera, peran vital sang kapten Portugal pada sisi lapangan jadi pembeda. Portugal akhirnya meraih gelar pertamanya sepanjang sejarah. Pencapaian yang belum pernah Gayus rasakan, memenangkam gelar bersama timnas. Masih banyak yang gak terima, katanya Portugal hanya beruntung, inilah itulah, apapun itu, kenyataannya merekalah yang mengangkat Piala. Sekali lagi perfecto! Dodo berhasil menyumbat mulut alay para haters yang mencibir nya di awal kompetisi, karma nya ke idolanya yg gagal pinalty, pensiun dini, dan kena hukuman penjara.

Belum selesai sampai disitu. Ada beberapa aksi Dodo yang saya pikir jauh lebih baik daripada si Gayus. Dodo adalah satu dari beberapa pesepakbola yang secara terang-terangan berani menyatakan dukungannya untuk warga Palestina, dan belum ada berita tentang Gayus melakukan hal yang sama. Benar, ini bukan lagi soal sepakbola, namun ini juga bukan soal agama. Ini soal kemanusiaan, bagaimana si Dodo membuang jauh arogansinya dan memberikan simpati dalam bentuk nyata. Bukan cuma dukungan moril, Dodo tercatat sebagai pesepakbola dengan sumbangan terbanyak untuk kemanusiaan. Pencitraan? Karena Ronaldo selalu salah, maka benar itu adalah Pencitraan. Namun apakah orang yang peduli dengan pencitraan rela begitu saja menghancurkan citranya dengan mempertontonkan arogansinya di lain tempat? Dua hal yang saya pikir bertolak belakang.


Pernah melihat bagaimana ekspresi kesenangan seorang Dodo ketika ber-wefie dengan fans nya? Atau melihat senyum ceria nya melihat tingkah ballboy yang mencuri kesempatan ikut berfoto disampingnya ketika berfoto tim? Pernah membandingkan berapa banyak pitch invader yang muncul ketika pertandingan Dodo atau Gayus? Pernah melihat bagaimana Dodo selalu membiarkan sang pitch invader untuk sejenak memeluknya, dan meyakinkan petugas keamanan untuk tidak langsung mengamankannya? Pernah melihat bagaimana ramahnya si Dodo ketika anak-anak pendamping pemain (kampanye fairplay) meminta pelukannya? Dan pernah melihat bagaimana menyesalnya si Dodo tiap kali tendangan nya meleset dan justru melukai penonton, kemudian ia bayar dengan menyerahkan jersey nya? Atau bagaimana si Dodo membantu operasi bocah penderita kanker? Pernah melihat pemain yang rela melelang trofi Golden boot-nya sampai mendapatkan total 1,5 juta euro kemudian disumbangkan untuk membangun sekolah di jalur Gaza? Atau ada pemain lain yang menyerahkan silver boot nya kepada rekan setim nya sebagai apresiasi atas penampilan impresif sang rekan selama turnamen? Si Dodo berdasarkan semua argumentasi saya menang banyak. 


Belum lagi soal bagaimana ia menunjukkan jiwa seorang Kapten yang sebenarnya. Dia adalah orang yang meyakinkan rekan setimnya, utamanya Moutinho untuk berani mengambil tendangan penalty saat adu tos tosan melawan Polandia. Dialah pesepakbola yang mahir menjadi seorang motivator. Pernah melihat kapten tim yang merangkap pelatih? Dodo menunjukkan dia tak bisa langsung melepaskan tanggung jawab kepada rekan-rekannya usai cedera dan tak sanggup lagi bermain tanpa memberikan 'sesuatu' sebagai pemantik semangat. He showed that he is the boss. Dodo pernah gagal di final EURO 2004, namun itu justru menjadi penyemangatnya untuk terus berjuang untuk negaranya. 


Jika dibandingkan, Dodo sebenarnya kurang beruntung dibanding Gayus, kenapa? Dodo bisa dibilang hampir menjadi bintang yang terang sendiri di timnasnya. Beda dengan Gayus, yang ditimnasnya dipenuhi materi pemain yang rata-rata menjadi pemain top, pencetak gol terbanyak, pengumpan terbaik, atau pertahanan terbaik di liganya masing-masing. Dodo pernah setim dengan bintang lain macam Figo, Rui Costa atau Nuno Gomes, namun itu ketika ia masih berumur 18 tahun. Di usia sekarang, 31, dia belum menyerah untuk memberikan trofi untuk negaranya. Portugal yang "hanya" bermaterikan Dodo, Nani, Pepe atau Quaresma sebagai pemain yang mungkin bisa dibilang 'terkenal' dibanding pemain lain berhasil membuktikan juara bukan hanya karena materi pemain. Mentalnya gak kayak tempe yang kena angin sedikit langsung melempem. Dodo sudah sangat sering merasakan gagal bersama timnas, tapi dia tak lantas mengakhiri karir dengan pensiun. Tapi sekali lagi Dodo adalah Dodo, bagaimana pun pencapaiannya dia tetap salah, omongan miring pasti selalu saja muncul dari mulut alay para haters nya yang gak bisa move on atas kesuksesannya.

Yah, walaupun pada dasarnya saya penggemar Timnas Spanyol, kesuksesan Dodo meraih gelar pertama bersama negaranya yang akhirnya sukses membungkam pencibir nya di awal kompetisi, juga sukses mempermalukan mereka yang jagonya cuma membully, yang seakan alien nya lah yang paling hebat, merupakan kebahagiaan juga bagi saya. Karena jelas hater Ronaldo adalah hater Real Madrid juga. Sekali lagi perfecto Dodo! A perfect season to be proud of!

Yang suka membully, pemain klub mu ada dimana?
Categories:

0 comments:

Posting Komentar