Alay-isasi Penikmat Bola Masa Kini

Lagi-lagi memposting tentang bola, bola, dan bola. Ini postingan kesekian saya tentang sepakbola sejak EURO 2016 digelar. 

Pagi ini Portugal baru saja memastikan satu tiket ke Final EURO usai mengandaskan perlawanan Wales dengan skor 2-0, sekaligus mengakhiri cerita dongeng sang debutan di ajang ini. Dengan kemenangan ini, Portugal kini menunggu pemenang antara Jerman dan Prancis sebagai lawan di final nanti. Meski belum memastikan gelar juara, pencapaian ini jelas adalah sebuah prestasi besar buat Portugal. Lho? Hellowww....
Juara itu baru prestasi, kalo sampe final itu belum apa-apa. Mayoritas akan mengatakan seperti itu, pasti.

Dari kacamata saya (yang tak berkacamata) yang bukan pengamat bola, itu adalah prestasi. Berbanding skuat Inggris, Belanda, Spanyol, Italia, bahkan Belgia, jelas Portugal jauh kalah lengkap. Materi pemain Portugal tidak mewah-mewah amat. Tapi mereka melampaui pencapaian negara-negara tadi. Benar ada nama Ronaldo disana, tapi ingat sepakbola itu permainan kolektif, dan secara rata-rata, keseluruhan skuat Portugal bukanlah tim juara, kalah jauh dibanding Belgia yang dari segala lini lengkap dengan pemain bintang yang bermain di klub-klub besar di 5 Liga Top Eropa. Atau jika dibandingkan dengan tim di Benua Amerika, skuat rata-rata Brazil dan Uruguay (yang gagal lolos fase grup Copa America Centenario), atau Argentina (yang sejak Messi, pemain terbaik dunia, belum pernah memenangkan turnamen Mayor) jauh di atas Portugal. Maka atas dasar itu, pencapaian Portugal hingga final EURO adalah prestasi menurut saya. Argentina sudah 4 kali ke final lho, dan Portugal baru 2 kali. Iya, sekali lagi perbandingan skuat nya jauh berbeda. Barisan depan Argentina diisi dengan individu mentereng, yang di liga nya masing-masing selalu masuk deretan atas top skor macam Higuain, Aguero dan Messi. Di Portugal? Hanya ada Ronaldo sebagai nama besar. Barisan tengah? Sangat jelas ketimpangan dari perbandingan keduanya. Jadi tetap menurut saya ini adalah pencapaian hebat buat Portugal.

Benar bahwa Portugal selama gelaran EURO hingga ke final juga hanya beruntung. Berada di grup yang tidak terlalu sulit, hanya ada Islandia, Hungaria dan Austria. Meski begitu, tak satupun laga yang mereka menangkan, 3 kali bermain imbang dan hanya lolos sebagai satu dari empat peringkat 3 terbaik grup. Ya, format baru EURO membuat Portugal mampu menjadi tim pertama yang lolos ke babak gugur tanpa pernah menang. Beruntung? Ya sangat beruntung. Di babak gugur, Portugal berhadapan dengan Juara Grup D, dan beruntungnya bukan Spanyol, melainkan Kroasia. Andai Spanyol yang menjuarai Grup D, lanjutan kisah Portugal di ajang ini bisa jadi berbeda. Tanpa mendiskreditkan kemampuan Kroasia, meski menang melawan Spanyol, tim ini masih hampir selevel dengan Portugal. Beruntung? Iya. Meski begitu, laju Portugal tidaklah mulus, hanya bermain imbang melawan kroasia selama 90 menit, sebelum gol tunggal Quaresma memenangkan Portugal di babak extra time. Melawan Polandia (yang juga berhasil menahan imbang Jerman di babak grup) bahkan hingga adu tos-tosan. Di bagan fase gugur, rute Portugal menuju final terbilang memang mudah, hanya ada Belgia sebagai nama besar disana, sayangnya nama besar itu tak mampu menaklukkan tim debutan Wales di Quarter Final. Dan Portugal lah yang menutup cerita dongeng sang debutan dengan pertandingan tadi pagi. Beruntung? Iya sangat beruntung. Tapi terlepas dari keberuntungan itu, penampilan Portugal harus diakui tetap terbilang paling konsisten.

Benar pula, Portugal bukan tim pertama yang berprestasi HANYA dengan skuat yang nyaris pas pasan. Yunani, pada ajang EURO 2004 adalah salah satu bukti skuat komplet bukan jaminan mutlak. Teranyar, Leicester menuliskan nama mereka di buku sejarah Premier League setelah memenangkan title juara, juga dengan skuat yang tanpa pemain bintang. 

Lantas analisa abal-abal saya ini apa hubungan nya dengan judul di atas? Akar masalahnya sebenarnya karena munculnya komentar alay tentang Portugal ini, dan terkhusus Ronaldo. Perlu saya tekankan bahwa saya bukan fans Ronaldo atau Portugal, jadi dalam postingan ini saya tetap berusaha melihat dari perspektif senetral-netralnya. 

Komentar alaynya kira-kira begini: "Portugal lolos babak gugur sebagai peringkat tiga terbaik padahal diunggulkan sebagai juara grup". Dilengkapi dengan tagar #SavePortugal.

Alay gak? Kalau menurut saya, itu adalah komentar alay. Menurut saya, berkomentar bola meski memihak tim tertentu, tidaklah perlu mengejek tim lain hanya karena pencapaian nya tidak sesuai ekspektasi media. Pendapat media bukanlah patokan membuat komentar-komentar alay macam itu. Meski tidak mendukung, sisi netral seharusnya tidak dihapus. 

Kira-kira dong membandingkan prestasi satu tim dengan tim lain hanya karena satu pemain yang kita benci! Iya, Argentina memang superior di Copa America, tapi gagal juga kan di final? Seperti yang sudah saya jabarkan di atas, skuat yang dibela Ronaldo dan Messi jauh berbeda. Jadi setelah komentar itu, sebenarnya yang paling pantas di-bully adalah si pemberi komentar karena menghilang dari dunia maya setelah tim yang didukung lagi lagi kalah di final turnamen mayor. Bahkan setelah bintang andalannya, Messi, menyatakan mengundurkan diri di usia yang masih terbilang muda setelah 4× gagal di final, netizen rame-rame membully "banci", tidak termasuk saya, meski masih banyak yang mendukung, dimana hal tersebut saya pikir akan berlaku berbeda andai Ronaldo yang mengalami. Ronaldo, mungkin mentalnya memang masih tak selemah itu. Bahkan si pemain yang dibenci ini, yang sempat dipertanyakan respek nya, berkomentar dan memberi dukungan kepada kapten Argentina itu supaya membatalkan pengunduran dirinya dari timnas. Alay enough? Iya, ia membully seakan-akan tim yang ia dukung sudah sangat berprestasi... Hmmmmm... :)

Jangan alay lah... Netral dikit napa? Hehehe

#HalaMadrid #VivaEspana
Categories: ,

0 comments:

Posting Komentar