Saya bukan ingin membahas Politik. Serius ini bukan soal
politik. Hanya mencoba sedikit menganalisa kondisi social media saat ini. Saya sedikit
terpanggil untuk sedikit meluruskan apa yang mungkin hampir sebahagian orang
mengatakannya bengkok melalui pandangan pribadi saya sendiri, perihal data statistik
pilkada yang dipublikasikan.
Banyak beredar foto-foto tentang hasil quick count, real
count, atau bahkan hanya hasil polling oleh pengguna media social, yang menunjukkan
data, statistik, atau prosentase perolehan suara yang kemudian diikuti oleh
caption berupa sindiran, nyinyiran, atau bahkan makian terhadap si pelaku
pemberi informasi tadi. Alasannya karena data yang disampaikan menurutnya tidak
bisa dipercaya karena data statistik yang dipublikasikan tidak menunjukkan
angka 100%.
Oleh sebuah akun, diuploadlah sebuah foto hasil screenshoot
tentang data hasil real count Pilgub DKI oleh KPU yang katanya diakses per
tanggal 17 Februari 2017, pada pukul 21.20 dengan hasil:
Paslon 1 :
17,05%
Paslon 2 :
42,91%
Paslon 3 :
40,05%
Pada foto
yang dimaksud ada sebuah tambahan caption “KPU Sehat?”. Benar bahwa dari hasil
total penjumlahan prosentase suara tersebut, maka akan didapatkan angka
100,01%.
Di waktu yang
berbeda, saya sendiri mencoba mengakses situs KPU itu untuk melakukan kroscek dan
kemudian mendapatkan hasil yang berbeda. Situs yang saya akses pada tanggal 21
Februari 2017, menunjukkan hasil:
Paslon 1 : 17,06%
Paslon 2 :
42,96%
Paslon 3 :
39,97%
Jika dijumlahkan,
justru data tersebut hanya berjumlah 99,99%
Jauh hari
sebelumnya sebuah akun membagikan sebuah gambar hasil screenshoot akun official
twitter media TV yang melakukan polling tentang paslon siapa yang memberikan
penampilan terbaik pada Debat kandidat kedua. Hasilnya:
Paslon 1 : 10%
Paslon 2 : 75%
Paslon 3 : 16%
Jika dijumlahkan
maka total suara yang terekapitulasi adalah 101%. Lewat foto itu banyak orang
kemudian ikut membagikan gambar kemudian diikuti caption makian terhadap media
TV itu karena dinilai memihak salah satu paslon.
Namun kemudian
saya kembali melakukan kroscek pada akun yang dimaksud dan hasil yang saya
dapatkan juga berbeda. Bahkan redaksi kata polling yang dilakukan via
twitter yang saya dapatkan sangat berbeda jauh dengan gambar screenshoot yang
sudah banyak dibagikan itu.
Paslon 1 : 14%
Paslon 2 : 53%
Paslon 3 : 32%
Jika dijumlahkan
perolehan total prosentase suara hasil poling tersebut hanya 99%.
Lalu apakah
kemudian data itu salah? Ada 3 kemungkinan.
Pertama:
Ada manipulasi
jumlah suara yang dilakukan oleh si pemberi informasi ini. Tapi, menurut saya ini
adalah prasangka paling negatif, apalagi jika kita ikut membagikan gambar itu kemudian
ditambah dengan caption negatif. Kenapa? Informasi yang dirilis itu adalah statistik
yang oleh system yang sudah dirancang khusus akan secara otomatis mengkalkulasi
jumlah perolehan prosentase suara yang masuk. Jadi menurut saya asumsi pertama
ini sangat kecil menjadi penyebabnya. Kecuali kita masih ingin terjebak pada
anggapan-anggapan negatif.
Kedua:
Ada
manipulasi gambar, hasil screenshoot, atau proses pencatutan nama-nama tertentu
untuk memberikan informasi yang seakan-akan valid dari si pemberi informasi yang
ada dengan tujuan menggiring opini orang-orang yang melihatnya untuk memberikan
label negatif kepada si pemberi informasi. Situs atau akun si pemberi informasi
bisa jadi asli, namun dengan kecanggihan teknologi kemungkinan untuk melakukan
editing untuk memberikan informasi palsu dengan mencatut nama-nama tertentu
tentunya bisa dilakukan. Namun menurut saya, kemungkinan ini juga sangat kecil.
Kecuali jika kita mau beranggapan bahwa memang ada sebahagian orang yang sengaja
memecah belah kita melalui media informasi.
Ketiga:
Semua data yang
diambil pada waktu yang berbeda-beda di atas adalah 100% benar dan tidak ada
manipulasi. Lalu kemudian jumlah total prosentase suara yang tidak pernah
mencapai angka 100% itu apakah bisa diterima? Jawabannya bisa.
Kembali lagi saya hanya mencoba menganalisa menurut
pandangan saya, dari perspektif positif. Sekali lagi, informasi yang dirilis oleh
si pemberi informasi adalah statistik yang oleh system (yang sudah dirancang
khusus) akan secara otomatis mengkalkulasi jumlah perolehan prosentase suara
yang masuk. Jadi semua perhitungan dilakukan oleh system. Sistem ini tentunya
sudah dirancang sedemikian rupa hingga memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi
dengan cepat dan tepat yang jauh melampaui kemampuan sebuah kalkulator, salah
satu mesih hitung paling kompleks. Karena jumlah suara yang ganjil, maka hasil
kalkulasi prosentase akhir yang selisih 0,01% hingga 1 persen adalah hal yang
masih dalam batas kewajaran. Mari kita kembali pada sistem pembulatan
matematika dasar.
Bagaimana SEANDAINYA kita anggap hasil perhitungan KPU yang dipublikasikan
pada tanggal 17 Februari 2017, pada pukul 21.20 itu seperti ini:
Paslon 1 :
17,0461287%
Paslon 2 :
42,9069566%
Paslon 3 :
40,0469147%
Silahkan ambil
kalkulator kemudian dijumlahkan, maka hasilnya akan 100%. Benar? Namun apakah
dengan menampilkan prosentase demikian situs KPU tidak akan dianggap ribet,
tidak informatif, atau complicated? Pasti. Sistem informasi yang sederhana dan simple
adalah salah satu syarat agar informasi mudah diterima, maka oleh si pemberi
informasi, digunakanlah sebuah sistem untuk secara otomatis membulatkan
angka-angka tersebut sehingga hanya akan terdiri dari 4 digit angka ditambah
koma, artinya hanya akan ada dua digit angka dibelakang koma. Maka, jika
angka-angka tersebut kita bulatkan sesuai syarat tadi, apakah tidak membentuk
angka-angka ini?
Paslon 1 :
17,0461287% disederhanakan menjadi 17,05%
Paslon 2 :
42,9069566% disederhanakan menjadi 42,91%
Paslon 3 :
40,0469147% disederhanakan menjadi 40,05
Total suara
akan menjadi 100,01%
Kemudian,
bagaimana SEANDAINYA situs yang saya
akses pada tanggal 21 Februari 2017, menunjukkan hasil seperti ini:
Paslon 1 : 17,0649979%
Paslon 2 :
42,9638913%
Paslon 3 :
39,9711108%
Dijumlahkan menggunakan
kalkulator tentunya akan berjumlah 100%, benar? Nah sekarang coba dibulatkan
satu persatu, maka hasilnya kembali lagi seperti yang tadi, 99,99%, benar?
Kemudian, SEANDAINYA
hasil polling twitter oleh si Tivu dikalkulasi oleh twitter cukup dengan 2
digit angka di belakang koma seperti ini:
Paslon 1 : 9,75%
Paslon 2 : 74,71%
Paslon 3 : 15,54%
Atau hasil
dari polling yang saya akses sendiri seperti ini:
Paslon 1 : 14,40%
Paslon 2 : 53,30%
Paslon 3 : 32,40%
Nah, Jelas
bukan? Kemudian masalahnya dimana? Masalahnya adalah sebagian kita terlalu
cepat mengambil kesimpulan, tanpa berusaha kroscek dari sumber nya terlebih
dahulu, atau berusaha menganalisa dulu kira-kira penyebabnya apa. Mungkin sebagian
dari kita terlalu panas dengan hawa pilkada, jadi disentil sedikit pakai
gambar-gambar ini itu, dengan caption macam-macam, langsung gerah dan tangannya
jadi gatal untuk tidak ikut menyebar kata-kata kebencian. Atau mungkin benar
bahwa sebahagian dari kita bersumbu pendek jadi disulut sedikit meledaknya cepat sekali.
Sekali lagi ini bukan soal politik, apalagi tentang membela salah satu paslon. Ini cuma tulisan tentang bagaiman menanggapi kehidupan ber-sosial media yang semakin liar.
Sekali lagi ini bukan soal politik, apalagi tentang membela salah satu paslon. Ini cuma tulisan tentang bagaiman menanggapi kehidupan ber-sosial media yang semakin liar.
Saya bukan
anak matematika yang pandai menghitung, ditanya soal statistik maaf saya mungkin
akan menyerah. Corat coret saya di atas adalah murni hasil analisa seorang
lulusan sastra. Kalau ada salah data, salah kata, apalagi sala picca, mohon dimaafkan. Benar bahwa analisa saya di atas hanya SEANDAINYA, dan tidak dapat dipastikan kebenarannya. Saya hanya berusaha memberikan
gambaran bagaimana seandainya ketika setiap dari kita berusaha memandang
sesuatu dari perspektif yang positif. Jangan segala hal dicap negatif. Energi kita
habis karena berpikir negatif kan kasian. :)
0 comments:
Posting Komentar